Papua, - Indonesia kembali memperoleh medali emas di cabang bulutangkis pada ajang Olimpiade. Medali emas yang diperoleh pasangan ganda putri Greysia Polli-Apriyani Rahayu ini berhasil memperpanjang tradisi emas Olimpiade Indonesia. Medali emas pertama Indonesia diperoleh saat Olimpiade Barcelona tahun 1992 melalui Susi Susanti.
Merayakan tradisi emas cabang bulutangkis tersebut, Safei salah seorang guru olahraga di daerah terpencil di Papua menyarankan pemerintah untuk merancang sebuah program yang substansi untuk pembinaaan, yakni membangun 1000 lapangan badminton di sekolah terpencil di Indonesia.
“Kita semua bangga atas prestasi yang diperoleh tim bulutangkis Indonesia di ajang Olimpiade, inilah adalah puncak pembinaan olahraga, tapi momentum ini juga pemerintah kembali memikirkan pembinaan mulai dari desa-desa, ”terang Safei saat dihubungi via WhatsApp.
Safei guru asal Padang yang pernah menjadi pembicara Hari Guru Dunia yang diadakan Unesco tahun 2018 lalu itu merasa miris melihat sarana olahraga di daerah terpencil.
“Saya pernah mengajar di beberapa daerah terpencil, mulai Aceh, hingga sekarang di Papua, sekali-kali pemerintah turun ke lapangan untuk melihat sarana olahraga sekolah, jangan menerima laporan di daerah saja, apalagi dana BOS tidak bisa diperuntukkan untuk rehab seperti membangun lapangan olahraga, ”tambah Safei.
Sumber-sumber dana menurut Safei bisa mengandeng perusahaan melalui CSR, atau memang dianggarkan oleh pemerintah melalui program.
“Ada siswa SD di sekolah yang sampai tamat tidak pernah megang raket bulutangkis, ini sangat miris, padahal setiap ajang olahraga seperti Olimpiade ini kita selalu berharap medali emas, ”keluh Safei peraih penghargaan Pengelola Taman Baca Kreatif 2018 dari Kemdikbud.
“Saya apresiasi beberapa program pendidikan dari swasta untuk sekolah-sekolah terpencil, seperti yang pernah dilakukan oleh beberapa BUMN juga, tapi sekali-kali bisa diprogramkan untuk sarana olahraga seperti lapangan bulutangkis, jika diminta pemerintah saya bersedia memberikan saran petunjuk teknisnya, luas lapangan bulutangkis hanya 6x13 meter saja, untuk membangun satu lapangan beton tidak sampai 5 juta, ”sambungnya.
”Kalau kita cermati sejarah, dulu Presiden Pertama RI Soerkarno menjadikan olahraga sebagai ‘alat’ pembangunan, keseriusan tersebut terlihat dari keterlibatan semua elemen untuk menggiatkan olahraga, bahkan prestasi olahraga negara kita juga cukup disegani, kita boleh berbangga setidaknya di level Asian Games, sejak Asian Games 1951 Delhi hingga Olimpiade Beijing tahun 1990, Indonesia selalu berada di 10 besar Asia, Cuma sedikit tergeser peringkat 11 Asian games 1954 Manila (peringkat 11) dan Asian Games 1958 Tokyo (peringkat 12), selebihnya Indonesia terlempar di peringkat 10 besar, terakhir baru Indonesia bisa masuk kembali 10 besar saat Asian Games 2018 Jakarta-Palembang (4), ”tutur Safei.
“Olahraga harus dijadikan bagian dari pembangunan, semua elemen harus ikut merasa terlibat dan berkewajiban, karena satu medali emas di ajang Olimpiade, 250 juta jiwa ikut merasa bangga, ”tutupnya (Agusmardi)